Batam | Mitramabesnews.id - Aliansi Mahasiswa Hukum Kota Batam yang terdiri dari mahasiswa ilmu hukum universitas Riau kepulauan dan mahasiswa universitas putera batam melaporkan anggota DPRD Kepri, Lik Khai, ke Polda Kepri atas dugaan keterlibatannya dalam penimbunan Daerah Aliran Sungai atau DAS di kota batam, pada Kamis 10 April 2025.
Jamaludin Salah satu anggota aliansi yang juga Mahasiswa Hukum Universitas Riau Kepulauan mengatakan, laporan tersebut sebagai gerakan moral setelah melihat pemberitaan media yang menyebutkan adanya instruksi dari Lik Khai kepada operator alat berat untuk melakukan penimbunan.
“Kalau kita lihat di pemberitaan, bahkan pengakuan dari operator alat berat, disebutkan bahwa ada instruksi langsung dari Lik Khai untuk melakukan penimbunan. Itu diperkuat juga oleh pernyataan Dinas Bina Marga,” kata Jamaludin
Dalam keterangannya dia menambahkan, aktivitas yang seharusnya merupakan normalisasi justru berujung pada penimbunan. Menurutnya, hal ini bisa dijerat hukum.
“Kalau merujuk pada hukum pidana Indonesia, ada istilah Doen plegen, di mana pelaku utama bisa saja bersembunyi di balik pion-pion atau dibalik layar. Dalam Pasal 55 Ayat 1 KUHP, pelaku yang memberi perintah bisa dipidana setara dengan pelaku utama,” paparnya
Dalam laporan yang berbentuk Legal Opinion (LO) Tersebut, aliansi telah mendatangi SPKT Polda Kepri dan menyerahkan LO terkait dugaan pelanggaran tersebut. Namun mereka mengaku belum menerima tanda bukti penerimaan laporan.
“Kita akan kembali besok untuk meminta kertas yang seharusnya kami terima sebagai bukti bahwa kami telah melaporkan Lik Khai terkait Tindak Pidana Lingkungan Hidup,” kata Jamaludin.
Sementara itu, mahasiswa Hukum dari Universitas Putera Batam, Hidayatudin meminta agar Polda Kepri bersikap transparan dan menindaklanjuti laporan ini secara tuntas.
“Kami minta jangan tebang pilih. Usut semua oknum yang terlibat dalam dugaan perusakan lingkungan tersebut,” ujarnya
Lebih lanjut dayat mengatakan, semua orang sama dihadapan hukum tanpa melihat kekuasaan dan jabatan seseorang.
“asas equality before the law yang menegaskan setiap orang, tanpa terkecuali memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum sebagai fondasi dalam penegakan hukum untuk menjamin keadilan” tegas hidayatuddin
Sementara itu, Menanggapi bantahan Lik Khai dan tim kuasa hukumnya yang menyebut aktivitas itu adalah normalisasi, bukan penimbunan, Jamaludin menilai perlu ada kejelasan dan pengkajian ulang secara objektif.
“Kalau disebut normalisasi, kenapa lebar sungai yang tadinya 25 meter sekarang tinggal 5 meter? Itu bukti nyata bahwa ada penimbunan. Bahkan Pasal 69 ayat 1 UU Nomor 26 Tahun 2007 sudah tegas melarang aktivitas yang mengganggu kondisi tata air daerah aliran sungai,” katanya
Aliansi menyebutkan bahwa seluruh dokumen dan pasal-pasal terkait telah mereka lampirkan dalam laporan kepada Polda Kepri untuk diproses lebih lanjut.
korwil kepri
Social Header