Pontianak, Mitramabesnews.id - Dewan Pimpinan Daerah Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (DPD ARUN) Provinsi Kalimantan Barat menyampaikan keprihatinan sekaligus penyesalan mendalam atas munculnya pemberitaan di media online di kalbar (VS) yang mengutip percakapan dari grup WhatsApp internal organisasi ARUN tanpa izin.
Menurut Sekretaris DPD ARUN Kalimantan Barat, Muhammad Jimi Rizaldi, A.Md., S.ST., M.T., MCE, tindakan tersebut tidak hanya melanggar etika komunikasi internal organisasi, tetapi juga berpotensi menyalahi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Grup WhatsApp organisasi adalah ruang diskusi tertutup, bukan ruang publik. Jika isi percakapan diambil dan dijadikan berita tanpa izin, itu pelanggaran serius terhadap kode etik pers dan privasi organisasi,” tegas Jimi Rizaldi.
DPD ARUN Kalbar menilai, langkah media tersebut telah mengaburkan batas antara informasi publik dan komunikasi internal, sehingga berpotensi menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.
Dalam struktur organisasi, grup WA internal digunakan hanya untuk koordinasi kegiatan, diskusi advokasi rakyat, dan konsolidasi kader, bukan untuk konsumsi publik atau media.
"Kami menghargai peran pers sebagai pilar demokrasi, namun wartawan wajib menempuh cara-cara profesional sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik. Mengutip isi grup tertutup tanpa izin jelas bukan cara profesional,” tambahnya.
Lebih lanjut, Jimi Rizaldi juga menyoroti fenomena wartawan masa kini yang semakin bergantung pada teknologi kecerdasan buatan dalam membuat berita.
"Sepertinya wartawan atau jurnalis seperti ini juga sedang asyik-asyiknya menulis berita dengan bantuan aplikasi ChatGPT, sehingga kepiawaiannya dalam menulis tergantung pada robot. Wartawan seperti ini sebenarnya tidak pintar dalam menulis, karena salah dalam menggunakan teknologi ChatGPT. Coba saja diuji, beri waktu lima sampai sepuluh menit, apakah bisa menulis tanpa bantuan aplikasi itu? Jika dia wartawan yang benar-benar handal, tentu bisa menulis dengan pemikiran sendiri,” ujarnya menambahkan.
DPD ARUN Kalbar menegaskan bahwa jurnalis sejati adalah mereka yang menulis berdasarkan fakta, wawancara, dan analisis pribadi, bukan sekadar hasil salinan dari percakapan tertutup atau bantuan mesin tanpa verifikasi.
Etika dan integritas, kata Jimi, jauh lebih penting daripada sekadar kecepatan publikasi.
Selain itu, DPD ARUN Kalbar juga mengingatkan bahwa setiap jurnalis memiliki kewajiban konfirmasi sebelum mempublikasikan berita, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 KEJ tentang prinsip keberimbangan dan verifikasi.
Namun dalam kasus ini, tidak pernah ada konfirmasi resmi dari pihak Media Online kepada pengurus DPD ARUN Kalbar sebelum berita tersebut diterbitkan.
"Kami akan menyurati redaksi media online tersebut untuk meminta klarifikasi resmi dan hak jawab, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UU Pers. Bila perlu, kami akan menyampaikan pengaduan ke Dewan Pers agar dilakukan evaluasi terhadap pelanggaran etika jurnalistik ini,” jelasnya.
Sebagai organisasi perjuangan rakyat, ARUN Kalbar menegaskan komitmennya untuk tetap menjalin hubungan baik dengan insan pers, namun dengan catatan: setiap pemberitaan harus berlandaskan fakta, etika, dan izin sumber informasi.
"Kami mendukung kebebasan pers yang bertanggung jawab, bukan kebebasan yang menyalahi privasi dan kehormatan organisasi,” tutup Jimi Rizaldi. (JR)


Social Header