Medan | Mitramabesnews.id - Harapan akan keadilan kembali dipertaruhkan. Gelar perkara kasus dugaan sindikat penipuan dan penggelapan jual beli mobil senilai Rp148 juta yang dialami Dermawan Saragih (DS) di Mapolda Sumatera Utara justru menambah luka bagi korban. Alih-alih kejelasan hukum, korban malah merasa disudutkan, sementara kinerja penyidik menuai sorotan tajam karena dinilai tidak netral dan tidak profesional, 21 Mei 2025
Kasus ini sebelumnya ditangani Polres Batu Bara dan dilimpahkan ke Polda Sumut. Gelar perkara digelar pada Rabu (21/5) pukul 10.30 WIB di ruang Wasidik/Ditreskrimum, dihadiri pelapor, kuasa hukum Herman Darwin Nasution, SH., M.Hum., jajaran penyidik, serta para saksi dan pihak terlapor. Namun, alih-alih menghasilkan keputusan hukum, gelar perkara justru membuka dugaan adanya cacat serius dalam proses penyidikan.
Korban Diposisikan Sebagai Tersangka Moral
Dermawan Saragih, korban sekaligus pelapor, menyatakan dirinya diperlakukan layaknya pihak yang bersalah. Saksi-saksi dari pihaknya tidak dihadirkan, dan penyidik dinilai enggan menelusuri aktor utama yang ia duga berada di balik transaksi fiktif ini.
“Kenapa pelaku tak ditahan? Saksi saya tak dipanggil, saya malah diposisikan seolah-olah penadah. Bahkan sempat ada pernyataan aparat, ‘karena masyarakat ceroboh beli mobil, polisi jadi repot.’ Itu sangat melukai korban,” ungkap Dermawan.
Nama Ali Rido mencuat sebagai figur kunci. Ia diduga mengatur seluruh proses, mulai dari menawarkan unit mobil, membawa dokumen kendaraan, hingga mengarahkan Dermawan mentransfer uang ke rekening atas nama Nurhayati—sosok misterius yang disebut sebagai pihak ketiga dan hingga kini belum ditemukan.
“Saya disuruh cari sendiri pemilik rekening dan penerima dana, seolah saya juga harus jadi penyidik. Lalu untuk apa ada polisi?” cetusnya.
Pertanyaan Kritis yang Tak Terjawab
Dermawan bersama kuasa hukumnya menyampaikan lima poin pertanyaan krusial terhadap wartawan yang hingga kini belum dijawab penyidik:
1. Status Hukum Ali Rido: Mengapa sosok yang mengatur penjualan dan menerima pembayaran tidak ditetapkan sebagai tersangka?
2. Pemilik Rekening Nurhayati: Apakah pemberian rekening oleh Ali Rido bukan bagian dari skenario terstruktur penipuan?
3. Hubungan Ali Rido - Nurhayati: Apakah ada kedekatan atau kerja sama antara keduanya dalam skema ini?
4. Fokus Penyidikan Menyimpang: Mengapa penyidik justru mengejar sosok Nurhayati yang tidak diketahui keberadaannya, namun abai terhadap peran aktif Ali Rido?
5. Dugaan Sindikat: Apakah kasus ini berdiri sendiri, atau bagian dari jaringan terorganisir yang kerap memanipulasi jual beli kendaraan?
Kuasa Hukum Soroti Penyalahgunaan Wewenang
Kuasa hukum Dermawan, Herman Darwin Nasution, SH., M.Hum., menyebut proses penyidikan justru menyimpang dari semangat penegakan hukum. Ia bahkan menyinggung adanya indikasi penyalahgunaan kewenangan dalam proses ini.
“Ini kasus terang benderang. Bukti lengkap, ada transfer uang, kendaraan, dan saksi. Tapi hingga hari ini, tidak satu pun tersangka ditetapkan. Kami mendesak kendaraan yang dijual itu segera disita, dan aktor utama ditahan,” ujar Herman.
Ia menyebut penyidik justru lebih fokus mengejar sosok penerima dana yang tak bisa dihadirkan, alih-alih menyelidiki orang yang mengatur transaksi dan menguasai kendaraan.
“Kami curiga ini bukan sekadar penipuan biasa, tapi bagian dari sindikat. Jika dibiarkan, ini bisa jadi preseden buruk bagi perlindungan konsumen dan integritas hukum,” tegasnya.
AKPERSI: Saatnya Kapolda Turun Tangan
Ketua DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) Sumut, KH R. Syahputra, menilai kasus ini merupakan potret buram dari sistem peradilan yang rentan dimainkan oleh mafia hukum.
> “Jika Polda tak tegas, kepercayaan publik akan ambruk. Ini momentum bagi Kapolda untuk bersikap. Jangan biarkan oknum penyidik menjadikan gelar perkara sebagai panggung pembenaran kegagalan mereka,” tegasnya.
Integritas Penegakan Hukum Dipertaruhkan
Upaya konfirmasi wartawan kepada penyidik hanya dijawab singkat: “Nanti ya bang, setelah gelar perkara.” Namun hingga forum berakhir, tak ada satu pun pernyataan resmi keluar dari pihak kepolisian.
Kini publik menunggu: apakah Polda Sumut akan bertindak tegas membongkar dugaan sindikat penipuan ini, atau membiarkan korban terus dipinggirkan, sementara pelaku menikmati hasil kejahatannya.
Catatan Redaksi:
Kasus ini tidak semata-mata tentang kerugian Rp148 juta, melainkan soal integritas institusi penegak hukum dalam melindungi warga negara. Jika gelar perkara justru menjadi ajang pembalikan logika keadilan, maka ke mana lagi masyarakat harus mencari perlindungan?
( Tim Ajb - Red)
Social Header