Suamiku kerja serabutan cari job itu sampai keliling mutar-mutar seperti kipas angin, kadang dapat kerja kadang juga tidak bahkan dalam setiap bulan, kadang hampir 1 Minggu lebih suamiku pulang gak bawa uang. Kalau beli beras selalu ketengan kiloan gitu mau cemana lagi anak masih sekolah.
Beginilah keadaan kami belum bisa beli beras per sak/per goni, “entah kenapa buk kepling malah tidak mau ngasih BPNT punya saya dan tiga nama penerima lainnya, lebih mirisnya lagi buk kepling malah ngomongin di perwiritan, karena malu ada yang sudah mulangkan bantuan kepada buk kepling.”
Sankin besarnya harapan saya BPNT itu dapat kami pergunakan saya coba minta kepada petugas kantor POS dan alhamdulillah dapat dibantunya, “akan tetapi untuk sekarang ini petugas kantor pos sudah tidak mau lagi ngasi info seperti yang saya dapat tempo hari pak,” sebutnya dengan sedih.
Untuk keperluan konfirmasi awak media sudah menjalin komunikasi kepada buk S Kepling dan Pak Lurah Kelurahan Danau Balai, dan sampai kabar disuguhkan untuk pembaca, belum ada dapat kabar entah apa sebenarnya penyebab penerima BPNT mengeluh. “kepling dan lurah diduga enggan berbuka informasi.”
Buk Kepling dan pak Lurah sangat tidak layak menempati posisi dalam jabatannya jika masih tetap bertahan tertutup dalam informasi, apa lagi jika memang tidak punya rencana untuk, menguntungkan diri sendiri, orang lain, korporasi, sebab bisa dijerat sesuai dengan menurut
Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 31/1999”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi No.25/PUU-XIV/2016. Sebab kalau tidak berencana menguntungkan diri sendiri atau orang lain kenapa harus tertutup dengan informasi sebut nara sumber.
Jika ada pejabat yang nekad untuk menyalahgunakan kewenangannya saat memberi atau menyalurkan bantuan sosial, “perlu diperhatikan pengembalian kerugian keuangan tersebut, tidak menghapuskan di pidananya pelaku tindak pidana, melainkan hanya menjadi salah satu faktor yang meringankan.” Sebut sumber.
( Pimred )
Social Header